23.6 C
Special Region of Papua
Minggu, Desember 22, 2024

Yeskon dan Bisikan Gunung

BACA JUGA

CERPEN– Angin dingin pegunungan menyelimuti Wamena. Hujan gerimis membasahi tanah merah yang tandus. Di sebuah pondok kecil, Mama Yuliana duduk termenung, matanya menatap api unggun yang redup. Pikirannya melayang pada pesan-pesan WhatsApp yang baru saja dibaca. Percakapan tentang “Yeskon,” istilah yang menyakitkan, menghantui dirinya.

“Yesus kontol,” kata-kata itu bergema di telinganya. Sebuah lelucon, kata sebagian orang. Tetapi bagi Mama Yuliana, itu adalah penghinaan yang tak termaafkan. Ia ingat kakeknya, seorang kepala suku yang bijaksana, menceritakan kisah-kisah tentang kekuatan gaib yang menjaga Wamena. Tentang kutukan yang menimpa mereka yang berani menghina Sang Pencipta.

Mama Yuliana teringat kisah Yesus di kayu salib. Ia membayangkan kesedihan dan kekecewaan Yesus saat diabaikan. Ia mencoba menghubungkan kisah itu dengan istilah “Yeskon” yang sering terdengar di kalangan anak-anak muda Wamena. Apakah mereka sadar akan kesalahan mereka? Apakah mereka memahami betapa sakitnya kata-kata itu bagi yang percaya?

Di luar pondok, suara angin berdesir seperti bisikan. Seakan-akan gunung-gunung mengeluh, menyatakan ketidaksukaannya atas penghinaan yang dialamatkan pada Sang Pencipta. Mama Yuliana merasakan ketakutan dan kesedihan yang mendalam. Ia khawatir kutukan akan menimpa Wamena.

Ia mengingat kata-kata kakeknya lagi: “Hormat kepada Sang Pencipta adalah kunci kedamaian di Wamena. Jangan pernah main-main dengan nama-Nya.” Mama Yuliana menyesali ketidaktahuan anak-anak muda Wamena. Mereka terlalu mudah mengucapkan kata-kata yang menyakitkan tanpa memahami konsekuensinya.

Mama Yuliana bertekad untuk mengajarkan anak-anak mudanya tentang pentingnya menghormati Sang Pencipta. Ia akan menceritakan kisah-kisah leluhur, mengajarkan nilai-nilai kebijaksanaan, dan mengingatkan mereka akan kutukan yang mengancam. Ia berharap Wamena akan tetap damai dan terhindar dari kutukan.

Pada malam itu, Mama Yuliana berdoa panjang. Ia memohon kepada Sang Pencipta untuk melindungi Wamena dan memberikan hidayah kepada anak-anak mudanya. Ia berharap mereka akan belajar dari kesalahan mereka dan menghormati nama Sang Pencipta dengan segenap hati. Hujan gerimis masih turun, tetapi hati Mama Yuliana merasakan kedamaian yang mendalam.

Penjelasan Tambahan:

Cerpen ini mencoba menggambarkan dampak dari penggunaan istilah “Yeskon” pada kehidupan masyarakat Wamena, menghubungkan dengan nilai-nilai spiritual dan kepercayaan lokal. Konflik internal di dalam cerpen menunjukkan pergumulan antara tradisi dan modernitas. Semoga cerpen ini dapat menginspirasi refleksi tentang pentingnya menghormati keyakinan dan budaya lain.

Karya Ernest Pugiye

- Advertisement -spot_img

BERITA LAINNYA

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

BERITA TERKINI

- Advertisement -spot_img
TRANSLATE ยป