23.5 C
Special Region of Papua
Sabtu, Juni 7, 2025

Wacana DOB Mapia Raya: Meninjau Potensi Konflik Untuk Pembangunan Berkelanjutan

BACA JUGA

Oleh: Emanuel Magai

Dengan hormat, kami menyampaikan pandangan ini sebagai pertimbangan dalam rencana pembentukan Daerah Otonom Baru (DOB) Mapia Raya. Wacana pemekaran, yang diusung dengan harapan mulia untuk percepatan pembangunan dan peningkatan pelayanan publik, perlu juga diiringi dengan kehati-hatian dalam mengidentifikasi dan mengelola potensi-potensi yang dapat menghambat terwujudnya cita-cita tersebut. Di Papua, pemekaran daerah menuntut pertimbangan yang lebih mendalam, terutama terkait potensi konflik.

Meredakan Potensi Konflik atas Sumber Daya dan Wilayah Adat

Salah satu kekhawatiran utama dalam setiap pemekaran daerah, termasuk di Mapia Raya, adalah potensi perebutan sumber daya dan klaim kepemilikan wilayah. Seringkali, penetapan batas-batas administrasi baru tidak sepenuhnya selaras dengan batas-batas adat atau wilayah ulayat masyarakat lokal. Situasi ini dapat memicu sengketa yang melibatkan berbagai pihak, mulai dari masyarakat adat itu sendiri hingga elit lokal yang berupaya menguasai sumber daya ekonomi dan politik di daerah yang baru terbentuk.

Data dan pengalaman dari berbagai kajian nasional menegaskan hal ini. Pusat Penelitian Politik LIPI (sekarang BRIN) dalam studi tahun 2018 menemukan bahwa, “persentase konflik sosial terkait dengan isu pemekaran daerah cenderung meningkat pasca-implementasi DOB, terutama di wilayah-wilayah dengan keragaman etnis dan adat yang tinggi.” Ini adalah peringatan penting bahwa tanpa pemahaman mendalam tentang tatanan sosial dan kultural masyarakat Mapia, pembentukan DOB bisa jadi justru memicu ketidakstabilan. Oleh karena itu, penetapan batas wilayah harus dilakukan dengan sangat cermat, melibatkan partisipasi aktif seluruh pemangku kepentingan adat.

Mengelola Ekspektasi dan Membangun Partisipasi Inklusif

Proses pembentukan DOB seringkali dibarengi dengan berbagai janji dan harapan yang tinggi di kalangan masyarakat. Namun, jika janji-janji tersebut tidak realistis atau tidak dapat diwujudkan, ekspektasi yang terlalu tinggi dapat berubah menjadi kekecewaan dan frustrasi. Kondisi ini, jika tidak dikelola dengan baik, berpotensi dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu untuk memicu gejolak sosial.

Di samping itu, kunci keberhasilan pemekaran terletak pada partisipasi masyarakat, mahasiswa dan semua aspek yang inklusif. Keputusan yang hanya diambil dari tingkat atas (top-down) tanpa melibatkan secara substantif masyarakat adat dan lokal yang akan merasakan langsung dampaknya, seringkali berakhir dengan resistensi. International Crisis Group (2014) dalam laporannya mengenai konflik di Papua menyoroti bahwa, “kurangnya dialog inklusif dan proses pengambilan keputusan yang transparan dalam isu-isu sensitif seperti pemekaran daerah seringkali menjadi pemicu utama ketidakpuasan dan konflik.” Penting bagi Tim Pemekaran untuk menciptakan ruang dialog yang luas dan transparan, memastikan suara setiap kelompok masyarakat didengar dan dipertimbangkan.

Relevansi Teori Konflik dalam Konteks Pemekaran

Secara teoretis, kita dapat memahami potensi konflik ini melalui beberapa sudut pandang. Teori Konflik Sumber Daya mengingatkan kita bahwa persaingan atas akses dan kontrol terhadap sumber daya (tanah, air, mineral, atau bahkan jabatan politik) adalah pemicu konflik utama, terutama jika distribusinya dirasa tidak adil. Teori Identitas Sosial menunjukkan bagaimana entitas administrasi baru dapat memperkuat identitas satu kelompok dan secara tidak sengaja menyingkirkan kelompok lain, memicu ketegangan. Terakhir, Teori Governansi Konflik menekankan pentingnya mekanisme yang adil dan inklusif dalam mengelola perbedaan. Seperti disampaikan oleh Lederach (1997), “Transformasi konflik membutuhkan pendekatan yang komprehensif, tidak hanya fokus pada penyelesaian isu-isu permukaan, tetapi juga pada perubahan struktural dan relasional yang mendasari konflik.” Ini berarti, pemekaran harus dilihat sebagai proses yang juga mentransformasi hubungan antar-kelompok dalam masyarakat.

Urgensi Kajian Pemekaran yang Komprehensif

Melihat potensi-potensi tersebut, kami sangat menekankan pentingnya kajian pemekaran yang relevan, mendalam, dan komprehensif untuk Mapia Raya. Kajian ini tidak boleh hanya berfokus pada aspek administratif dan potensi peningkatan pendapatan daerah, tetapi harus secara serius mempertimbangkan dampak sosial, kultural, dan lingkungan yang mungkin timbul.

Kajian ini harus melibatkan partisipasi aktif dari semua aspek masyarakat adat, tokoh adat, tokoh Agama, tokoh Pemuda, tokoh Perempuan, Aktivis, Mahasiswa dll, mengidentifikasi secara presisi potensi konflik yang mungkin muncul, dan merumuskan strategi mitigasi yang efektif. Gibson et al. (2005) menegaskan bahwa, “keputusan yang tidak didasarkan pada pemahaman mendalam tentang konteks lokal dan dinamika sosial seringkali menghasilkan konsekuensi yang tidak diinginkan, termasuk konflik.” Ini adalah landasan penting bagi Tim Pemekaran Mapia Raya.

Kesimpulan

Dengan demikian, langkah-langkah menuju pembentukan DOB Mapia Raya harus didasarkan pada data faktual dan analisis yang solid. Tanpa kajian yang memadai, pemekaran ini, alih-alih membawa kemajuan yang kita harapkan, justru berpotensi membuka kotak pandora konflik yang dapat merugikan semua pihak terlebih khusus Masyarakat adat dan alam mapia.

Penulis berharap pandangan ini dapat menjadi pertimbangan berharga bagi Tim Pemekaran Mapia Raya dalam merumuskan kebijakan yang paling tepat demi kemajuan dan kedamaian di masa depan.(*)

Penulis adalah mahasiswa asal mapia yang saat ini kuliah di jayapura.ย 

- Advertisement -spot_img

BERITA LAINNYA

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

BERITA TERKINI

- Advertisement -spot_img
TRANSLATE ยป