JAYAPURA (ANGGREK PAPUA) – Suara Perempuan Papua (SUPER) menggelar diskusi bertema “Perempuan Papua Sehat, Generasi Terselamatkan” yang membahas budaya patriarki dan kekerasan yang dilakukan oleh negara.
Diskusi ini berlangsung pada (23/11/2024), di Aula Asrama Putri Lauk, Padang Bulan, Jayapura, Papua.
Diskusi tersebut dihadiri oleh puluhan penghuni Asrama Lauk dan perwakilan organisasi seperti Ketua Gerakan Mahasiswa Papua (GERMAPA) serta anggota Forum Independen Mahasiswa Wilayah Papua (FIM WP).
Koordinator SUPER Papua, Rutce Selviani Bosawer, dalam diskusi tersebut menyatakan bahwa perempuan Papua harus bangkit melawan segala bentuk penindasan, baik domestik maupun yang dilakukan oleh negara.
“Perempuan Papua tidak boleh tunduk pada penindasan. Perempuan bukanlah objek yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan. Mereka harus berdiri kokoh melawan segala bentuk ketidakadilan,” tegas Rutce.
Ia juga menyoroti bahwa ruang hidup perempuan Papua semakin dibungkam.
“Tidak ada ruang aman bagi perempuan Papua, terutama mereka yang tinggal di wilayah konflik antara TPNPB dan TNI/POLRI. Kesehatan mereka terabaikan, dan ini sangat disayangkan,” ujarnya.
Ketua Asrama Putri Lauk, Anastasya Yikwa, dalam sambutannya menekankan bahwa perempuan Papua menghadapi kekerasan berlapis, baik dari laki-laki Papua sendiri maupun dari negara melalui kebijakan dan struktur pemerintahan.
“Pelecehan menjadi hal yang sering kami alami. Laki-laki kerap memandang perempuan sebagai objek yang bisa dipermainkan sesuai keinginan mereka,” ujar Anastasya.
Ia juga menyampaikan apresiasi kepada SUPER Papua yang telah hadir untuk membangun kesadaran kritis bagi penghuni asrama.
“Kami berterima kasih kepada SUPER Papua karena telah membuka ruang bagi kami untuk menyuarakan pengalaman dan perasaan yang selama ini kami pendam,” ungkapnya.
Dalam diskusi tersebut, Ketua GERMAPA bertindak sebagai pemantik dengan menjelaskan pengaruh budaya patriarki yang kuat di Papua serta memberikan pemahaman dasar tentang feminisme.
“Banyak informasi yang SUPER Papua terima terkait kekerasan domestik dan kekerasan yang dilegitimasi oleh negara terhadap perempuan Papua,” jelasnya.
Peserta diskusi berbagi pengalaman tentang berbagai bentuk kekerasan yang mereka alami, baik verbal maupun non-verbal. Mereka juga menyoroti bagaimana budaya patriarki Papua membuat perempuan tersingkir dari berbagai aspek kehidupan sosial dan politik.
Sebagai bentuk kepedulian, SUPER Papua membagikan pembalut kepada seluruh penghuni asrama sebagai simbol solidaritas terhadap perempuan Papua yang mengalami penindasan. (*)
Penulis Hubertus Gobai
Editor Novertina Iyai