Surabaya – AnggrekPapua– Hingga Minggu (1/12/2024) pukul 21:40 WIB, mahasiswa Papua yang berada di Asrama Kamasan Jogja masih dikepung oleh aparat gabungan TNI, Polri, dan organisasi masyarakat (Ormas).
Situasi ini terjadi setelah Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) dan Front Rakyat Indonesia untuk West Papua (FRI-WP) menggelar aksi memperingati Hari Kemerdekaan Papua dari Asrama Mahasiswa Papua Kamasan 1 hingga Titik Nol Kilometer di Yogyakarta.
โHingga jam 21:40, kami mahasiswa Papua di Asrama Kamasan Jogja masih dikepung oleh aparat gabungan TNI, Polri, dan Ormas,โ ujar Abram Magai kepada AnggrekPapua.com.
Magai menjelaskan bahwa kepungan mulai mereda setelah Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jogja melakukan negosiasi dengan pihak aparat.
โSedikit lagi mereka akan pulang. LBH Jogja sudah negosiasi, katanya aparat akan meninggalkan lokasi,โ katanya.
Namun, ia juga mengungkapkan bahwa salah satu penghuni asrama, Melki Mote, telah ditangkap oleh polisi dan saat ini sedang dijemput oleh LBH Jogja di Polres.
Dalam aksi tersebut, mahasiswa Papua menyuarakan kritik tajam terhadap berbagai kebijakan pemerintah Indonesia yang dianggap merugikan Orang Asli Papua (OAP). Salah satu isu utama yang diangkat adalah program transmigrasi reguler yang diwacanakan kembali oleh pemerintahan Prabowo-Gibran.
Program ini dianggap sebagai bentuk kolonialisme pemukim (settler colonialism) yang bertujuan meminggirkan masyarakat adat Papua dan perlahan menghapus identitas budaya mereka. Mobilisasi transmigran ke Papua disebut sebagai cara pemerintah mencuci tangan dari berbagai konflik agraria di wilayah lain, di mana tanah-tanah rakyat dialihfungsikan untuk proyek industri, perkebunan kelapa sawit, dan real estate yang hanya menguntungkan oligarki dan kapitalis global.
Konflik sosial dan ekonomi yang muncul antara pendatang dan masyarakat adat Papua sering kali dimanfaatkan untuk memecah belah persatuan rakyat Papua.
Mahasiswa Papua juga mengecam Proyek Strategis Nasional (PSN) yang sejak era Jokowi hingga kini diteruskan oleh Prabowo-Gibran. Proyek ini dinilai sebagai alat untuk merampas tanah adat Papua secara sistematis.
Sejak peluncurannya melalui Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2016, PSN telah merealisasikan 195 proyek senilai Rp1.519 triliun. Namun, dampaknya mempercepat deforestasi, merusak lingkungan hidup, dan menghilangkan sumber penghidupan masyarakat adat Papua yang masih bergantung pada hutan dan lahan komunal
Kerusakan lingkungan akibat proyek tersebut memperburuk krisis iklim global, sementara masyarakat adat Papua terus mengalami marginalisasi dan penindasan.
Dalam aksi itu, mahasiswa Papua menyerukan pentingnya persatuan rakyat melawan eksploitasi dan kolonialisme kapitalis yang telah berlangsung lebih dari enam dekade. Persatuan nasional ini diharapkan dapat melibatkan semua elemen masyarakat tanpa memandang suku, agama, ras, atau ideologi untuk bersama-sama melawan penjajahan Indonesia di Papua.
โPersatuan nasional adalah jawaban atas penderitaan rakyat Papua di bawah kekuasaan kapitalisme kolonial. Kami bersatu untuk melawan penindasan yang merampas tanah dan kekayaan alam Papua,โ tegas salah satu perwakilan aksi.
Mahasiswa Papua dan organisasi pendukung mengajak seluruh elemen masyarakat untuk berjuang demi keadilan dan kemerdekaan Papua.
Penulis : Hengky Yogi