22.4 C
Special Region of Papua
Rabu, September 10, 2025

Kisah di Balik Kehilangan

BACA JUGA

ayapura, sebuah kota yang selalu sibuk, tak pernah henti dengan aktivitas warganya. Sore itu, suasana kota dipenuhi oleh hiruk pikuk kehidupan tua, muda, anak-anak, hingga mama-mama yang sibuk dengan rutinitas mereka masing-masing.

Namun di tengah keramaian kota, ada sebuah cerita yang begitu memilukan hati, berasal dari sebuah desa kecil yang terletak tidak jauh dari pusat kota. Desa itu bernama Ipaow. Kisah ini bukan sekadar tentang kebersamaan, tetapi juga tentang kehilangan, kesedihan, dan persahabatan yang tak tergantikan.

Di Ipaow, terdapat empat sahabat yang tak terpisahkan: Attha Butu, Ipouw Tebai, Mako Kegiye, dan Anton Pugiye. Mereka tumbuh bersama, berbagi suka dan duka, dan saling membantu satu sama lain. Sore itu, mereka sedang bekerja di kebun, seperti biasa, untuk menyelesaikan pekerjaan mereka. Attha, satu-satunya perempuan di antara mereka, sibuk menanam ubi jalar.

Sementara itu, tiga laki-laki, Attha, Ipouw, dan Mako, sedang memotong kayu untuk membuat pagar kebun yang baru mereka bangun. Semua tampak sibuk, namun mereka tetap menikmati kebersamaan itu.

Mereka bekerja dengan penuh semangat, saling bercanda dan berbagi cerita, seakan dunia di luar kebun mereka tidak ada. Namun, tiba-tiba, ponsel Ipouw berdering. Ia mengangkatnya dengan tangan yang masih memegang golok. โ€œHalo?โ€ Suara seorang lelaki terdengar dari seberang telepon. โ€œPade, ada dengar berita kah?โ€ tanya suara itu dengan nada serius.

Ipouw yang sedang fokus bekerja mengernyitkan dahi, penuh rasa penasaran. โ€œBerita apa, Pade?โ€ tanya Ipouw kembali, mencoba memahami maksud dari percakapan itu.

Suara di seberang sana terdengar lebih serius, dan sedikit terputus-putus. โ€œPade punya adik telah dipanggil oleh Allah,โ€ kata suara itu, yang segera membuat hati Ipouw terasa berat. Ia terdiam sejenak. Berita itu datang begitu mendalam, membawa perasaan yang sulit diungkapkan.

โ€œOh, sayang… Tuhan lebih sayang daripada bapak, adik, dan kakak. Tuhan akan menyambutnya dengan tempat yang layak,โ€ kata Ipouw, berusaha menenangkan dirinya sendiri meskipun hatinya terasa hancur mendengar kabar duka itu.

Setelah telepon itu ditutup, suasana di kebun menjadi hening. Walaupun mereka masih melanjutkan pekerjaan mereka, pikiran Ipouw terus terbawa oleh berita itu. Di sisi lain, Attha yang juga sedang sibuk menanam ubi jalar, akhirnya selesai dengan pekerjaannya. Mako memanggil Attha untuk duduk bersama, dan Attha pun datang menghampiri mereka, dengan wajah yang tampak sedikit murung.

Namun, meskipun mereka duduk bersama, Ipouw masih tak bisa menahan rasa penasaran. Pikirannya terus terganggu oleh kabar yang baru diterimanya. Dengan penuh rasa ingin tahu, Ipouw akhirnya bertanya kepada Attha, โ€œAtha, ada dengar berita kah?โ€

Attha, yang sedang duduk dan menikmati angin sore, menatap Ipouw dengan bingung. โ€œBerita apa, Ipouw?โ€ tanyanya dengan nada heran.

โ€œAtha, sahabatmu yang di Jogjaโ€ฆ dia meninggal,โ€ ucap Ipouw dengan nada yang berat. Mendengar kata-kata itu, Attha langsung terdiam. Ia tidak bisa menyembunyikan shock dan kesedihannya. Air mata mulai menggenang di matanya, dan tiba-tiba ia bangkit dari tempat duduknya, pergi menjauh dari mereka. Ia pergi menangis di tempat yang jauh, jauh dari pandangan mata teman-temannya.

Mako, yang menyadari perubahan pada Attha, tidak bisa diam. Ia mulai mencari perhatian Attha dengan kata-kata yang terus menambah kesedihan di hati Attha. Namun, Attha tetap pergi, berusaha menghindar dari situasi yang begitu emosional. Ia tahu, Mako hanya ingin mencari perhatian, dan ia merasa lebih baik menangis sendirian.

Setelah beberapa waktu, Attha kembali ke tempat mereka duduk, namun kali ini ia tampak sangat lelah, dan wajahnya pucat. Anton, yang melihat perubahan pada Attha, dengan cemas bertanya, โ€œAtha, apa benar sahabatmu yang di Jogja meninggal? Apakah itu berita dukamu?โ€

Atha hanya menatap Anton dengan mata yang penuh pertanyaan, mencoba mencerna kata-kata yang baru saja ia dengar. Anton tampak panik, dan dengan suara terbata-bata ia menjawab, โ€œMemang benar, saya dengar telepon tadi, tapi saya tidak begitu jelas mendengar siapa yang meninggal.โ€ Rasa cemas di hati Attha semakin bertambah. Ia merasa tertekan, tetapi masih ingin memastikan kebenaran berita itu.

Dengan langkah berat, Attha kembali berdiri dan pergi menjauh. Kali ini, ia tidak ingin menangis di hadapan teman-temannya. Ia tahu betul bahwa jika ia menangis di sana, Mako akan terus mencari perhatian dan mencoba membuatnya semakin lemah. Maka, ia memilih untuk pergi dan menangis sendirian di tempat yang jauh dari kebun mereka.

Setelah beberapa saat, Attha kembali lagi ke tempat mereka duduk. Wajahnya terlihat lelah dan matanya merah karena menangis. Ipouw, yang sudah merasa menyesal dengan apa yang terjadi, menatap Attha dengan hati yang penuh penyesalan. Ia berkata dengan lembut, โ€œTadi itu bukan sahabatmu yang meninggal, Atha. Itu adalah anak dari bapade saya yang dipanggil Tuhan.โ€

Attha hanya terdiam mendengar penjelasan itu. Ia merasa sedikit lega, meskipun masih ada rasa cemas yang menggelayuti hatinya. Rasa kehilangan itu ternyata bukan miliknya, namun ia tetap merasakan kesedihan yang mendalam atas apa yang telah terjadi pada keluarga Ipouw.

Sore itu, akhirnya waktunya pulang tiba. Pak Guru mengajak mereka untuk naik pickup menuju rumah. Dalam perjalanan pulang, Atha mulai menceritakan apa yang baru saja ia alami, kepada Pak Guru dan istrinya. Mereka mendengarkan dengan penuh perhatian, dan Pak Guru pun memberikan nasehat yang bijak. โ€œJangan terlalu mudah percaya dengan kabar yang belum pasti. Kasihan perempuan kalau terus terbawa perasaan seperti itu,โ€ katanya dengan lembut.

Sesampainya di rumah, Pak Guru memberikan uang duka dan meminta mereka untuk berkumpul bersama teman-teman mereka. โ€œKita akan berduka bersama, supaya tidak merasa sendiri,โ€ kata Pak Guru dengan penuh kasih. Atha merasa sedikit lebih baik. Ia tahu bahwa meskipun sahabat sejatinya telah tiada, ia masih memiliki teman-teman yang akan selalu ada untuknya, memberi dukungan, dan menguatkan hatinya.

Namun, Atha juga menyadari satu hal yang penting dalam hidupnya. Terkadang, teman-teman kita yang paling dekat dengan kita, bahkan tak segan untuk berpura-pura demi melindungi perasaan kita. Begitu juga dengan Ipouw, yang meskipun caranya tidak biasa, hanya ingin menghapus rasa lemah dalam dirinya. Ipouw tahu betul bagaimana cara membuat Attha merasa lebih baik, meskipun harus berpura-pura terlebih dahulu.

Atha akhirnya mengerti bahwa dalam hidup, kita tidak selalu bisa menghindari rasa sedih dan kehilangan. Namun, yang terpenting adalah kita memiliki teman-teman yang peduli dan siap memberi dukungan. Mereka, dalam kebersamaan yang sederhana, akan selalu ada untuk menguatkan dan memberi harapan. Begitulah kisah tentang kehilangan, persahabatan, dan pengorbanan dalam kebersamaan di desa Ipaow.

- Advertisement -spot_img

BERITA LAINNYA

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

BERITA TERKINI

- Advertisement -spot_img
TRANSLATE ยป