CERPEN-Agenda Tuhan sangat rahasia, tidak ada yang tahu kapan kapan Tuhan panggil, termasuk kita. Lebih lagi Orang yang kita sayang, seperti Ibu. Wanita hebat yang telah mengandung selama 9 bulan dalam kandunganya, dan melahirkan kita dengan Nyawa sebagai taruhanya.
Hujan turun deras saat Ita berdiri di depan Asrama yang mampir hilangkan masa depanya. yang kini terasa begitu sunyi. Suara tetesan air menghantam atap menggantikan tawa dan cerita yang biasa terdengar dari mulut ibunya. Beberapa minggu yang lalu, ia masih bisa merasakan hangatnya pelukan ibunya, tetapi kini semua itu hanya tinggal kenangan.
Hari itu adalah hari luka bagi ita, apa lagi di kota mentropolitan (Jakarta) waktu itu. “Ita jangan kaget e, Mama di panggil Tuhan” Chating singkat mama perempuanya. ita sangat tidak percaya, Hpnya jatuh dari kemnggamanhya. Ita mengenakan baju Putih tapi dalam sekejap berupa menjadi Kuning kemerahan, air matanya tidak bisa ita sembunyui. Ita berpura-pura kuat di hadapan Pengurus asrama dan teman-temannya. Namun, hatinya hancur. Ia ingat bagaimana ibunya selalu bisa membuat segalanya terasa lebih baik, bagaimana setiap masalah tampak sepele di tangan wanita itu. Kini, tanpa sosok yang penuh kasih itu, hidup Iita terasa kacau.
Setelah semua orang pergi, Mita duduk di ruang tamu yang sepi. Dia melihat foto-foto di dinding Facbook yang ya lintasi beberapa Tahun terkahirsenyuman ibunya, momen-momen bahagia yang kini seolah menjadi siksaan. Tanpa sadar, air mata mengalir di pipinya. Dia merasa terjebak dalam ruang kosong yang tidak pernah bisa diisi kembali.
Hari-hari berlalu, Ita merasa hidupnya semakin tak terarah. Dia sering terlambat bangun, melewatkan kuliah, dan tidak lagi mengerjakan tugas. Teman-temannya mulai khawatir, tetapi Ita hanya berusaha mengabaikan pertanyaan mereka. Bagaimana mungkin ia menjelaskan betapa hancurnya hatinya? Bagi ita Kota Jakarta adalah Luka.
Malam Minggu, saat hujan kembali turun, Ita terbangun dari mimpi buruk. Dia teringat pesan terakhir ibunya sebelum sakit. “Jangan lupa, sayang, hidup ini harus terus berjalan. Kita harus kuat.” Mita meraih ponselnya dan mulai mengetik pesan kepada Kakanya Ika yang saat ini menempuh pendidikan dikota Jayapura.
Kaka Ika, aku butuh bantuan.”
Ika segera Menjawab. ” Bagaimana sayang” Jawab ika Singkat.
Ita tak menjawab apa apa, Ita anggap dunia ini hanya ada kejahatab selianya ibunya. Ita menangais Hnacur , beberapa waktu berlalu Ika telepn lalu Mereka berdua, saling berbagi cerita. Ika memberikan ketenangan yang sangat dibutuhkan. “Aku di sini untukmu, Ita. Kita bisa melalui ini bersama. Ke Jayapura sudah” Ika tutup telepon
Ita mulai merasakan sedikit harapan. Ia tahu bahwa ibunya ingin dia kuat. Perlahan, Ita mencoba kembali ke rutinitasnya. Dia menghadiri kuliah, mulai bergaul dengan teman-temannya lagi, meski terasa berat. Dalam setiap langkahnya, ia merasa ada bagian dari ibunya yang mengawasinya, mendorongnya untuk terus maju. Maka Ita ke Jayapura dan kini ia di Jayapura.
Di tengah perjuangannya, Ita menemukan bahwa berbagi kenangan tentang ibunya dengan orang lain membuatnya merasa lebih ringan. Dia mulai menulis di blog tentang kehidupan dan cinta ibunya. Setiap tulisan menjadi terapi baginya, dan banyak pembaca yang merasakan kedalaman emosinya.
Seiring berjalannya waktu, hidup Ita mulai menemukan ritme baru. Dia masih merindukan ibunya setiap hari, tetapi dia belajar untuk merayakan hidup, seperti yang diajarkan ibunya. Ita menyadari bahwa kehilangan adalah bagian dari cinta, dan meski ibunya tak lagi ada, warisan kasih sayangnya akan selalu hidup di dalam hatinya.
Ita menatap langit yang cerah Di kota Jayapura di pagi hari. Hujan telah reda, dan ada pelangi yang muncul setelah badai. Dia tersenyum, merasa siap untuk menjalani hidup ini dengan penuh semangat. Kini, meskipun dunia terasa kacau, ia tahu bahwa ia tidak sendirian. (*)
Penulis adalah Yulita Dogomo Mahasiswa Papua yang saat ini Menempuh pendididkan di kota Jayapura.