CERPEN – Setiap orang punya kisah cinta yang unik. Ada yang penuh warna-warni bahagia, tapi ada juga yang diselimuti dukalara. Bahkan ada yang memberi pelajaran berharga dalam hidup dan menciptakan perubahan besar. Setiap kisah cinta selalu menjadi bagian yang tak terlupakan dari kehidupan seseorang.
Memang cinta itu seperti bunga yang harus dirawat dan diberi pupuk serta air, sehingga ia tetap segar dan hidup. Demikian juga dengan kisah asmara Anda, terkadang ada kejenuhan dimana sebenarnya Anda butuh sebuah penyegaran baru. Bukan dengan mencari seseorang yang kelihatannya seperti lebih baik dari pasangan.
Ini bukanlah sebuah sandiwara belaka, bukan juga sebuah kebetulan. Ini juga bukan tentang cerita yang ingin aku cerita ini juga tak seindah cerita di pulau dongeng. Akan tetapi cerita ini adalah kisahku. Aku (Tina) dengan John Teman kecil Ku, Yang kini jadi pacarku “Jhon Hujan Untuk Bunga ku”
Ini adalah kisah yang tak akan terlupakan. Kisah ini adalah kisah di garis waktu. Aku sadar bahwa Jhon adalah hujan untuk bunga ku. Begitu juga dengan Aku. Jhon manusia paling sibuk, tidak ada banyak waktu untuk aku. Karena aku bersedia jadi pelengkap untuk Jhon. Jhon percaya pada ku, dengan segala cinta dan kasih sayang.
Aku kenal Jhon sejak kecil sejak sekolah dasar (SD) di Sekolah dasar Santo Stefanus Bomomani, sd Yppk St. stefanus Bomomani. Disana kami sudah berteman sejak dari kelas 5 SD, bersama beberapa teman lainya seperti, siska, Bendi, Agnes dan lain-lain. Makna kedekatan tidak pernah bohong, kini kami di bangku kuliah. Aku mengenal Jhon, betul betul mengenal Jhon.
Dia adalah lelaki pemalu, jarang bermain dengan kami, dalam kelas tingkah dia dan karya, dia adalah sosok lelaki idaman. Kita berkenalan Jhon di Bomomani Mapia, Dogiyai Provinsi Papua tengah. Dusun dibawah gunung Kobouge, gunung tumpuan harapan anak Negeri Mapia akan harapan hidup.
Siang terik di Bomomani, pagi berkabut dan dingin. Tiap pagi, asap mulai keluar dari gubuk tradisional. Tanda sebagian warga hidup. Bekerja mempertahankan hidup didusun, tanah leluhur. Dusun Bomomani, banyak makanan sehat memberikan hidup.
Kadang aku bingung membedakan Asap tungku api dan Kabut yang tiap pagi menutupi Gunung Yadu dan beberapa bukit itu. Asap dan kabut. Sangatlah sama. Setiap orang yang singga di dusun ini pasti mengalami hal yang sama.
Tiap pagi aku tiba duluan di sekolah ini, sebelum anak anak dari Ekago Kunu, Tugoukunu, dawaikuni, kogemani, Bomopa l dan Kameikebo datang ke tempat ini untuk menempuh pendidikan di sekolah. Rumahku berdekatan dengan sekolah.
Guru Bamolki, salah satu Guru tertua, di mapia, Asal Oksibil pegunungan Bintang, Guru tua di Mapia, kawin dengan Orang Mapia dan Banyak anak-anaknya, tidak tahu berbahasa aksibil, kerena mereka berbaur dengan anak anak Mapia di Bomomani. Dia kini menjabat sebagai kepala sekolah SD YPPK St Stefanus Bomomani. Setiap pagi Guru ini selalu Ngopi di depan Kantor sekolah. Di ruangan yang bertatatap dengan ruang-ruang kelas.
Sebelum aku ketemu Jhon, lelaki pemalu, dan pendiam dan temanku. Aku lebih dulu ketemu dengan Guru ini. Tiap pagi ia minum kopi menikmati suasana Bomomani. Kopi buatan Moanemani cap Cenderawasih burung emas dari Papua, kopi itu menjadi kopi pilihannya. Aku lebih dulu ke sekolah kerena rumah ku berdekatan dengan sekolah. Berbeda dengan Jhon, yang harus ke sekolah dengan menempuh perjalanan sekitar 7 km sampai 10 km dari balik Gunung kegouto, dawaikunu ke Bomomani. Cukup jauh datang ke sekolah.
“Anak anak yang saat ini bersekolah adalah harapan dan titisan orang Mapia, karena melahirkan pikiran yang cerdas orang harus sekolah”
Jhon sudah ku anggap seperti temanku, setiap hari aku selalu menghabiskan waktu dengan Dia. Jika di dalam ruangan kelas ruangan paling ujung timur dari bangunan yang lain.
Saat kami di kelas 5 SD aku (Tina) aku tak menyangka, Jhon akan jadi pacarku, jika pada akhirnya begini, (Jhon jadi pacarku) mungkin bukan itu saja yang membuat kami dekat dengannya, tapi akan aku bangun kedekatan dengan Jhon lebih dekat, John adalah teman akrab, waktu itu. Kini dia Hujan Untuk Bunga ku, wkwkwkwkw.
Setelah kami selesai SD sampai SMA, kami tak pernah ketemu secara langsung, karena kami berbeda SMP dan SMA. Aku dengar cerita dari Siska Iyai, teman sekelas ku. Jhon ke Wamena, untuk melanjutkan sekolah menengah pertama di Santo Thomas Wamena. Sementara aku di SMP YPPK ST Fransiskus Asisi Moanemani Dogiyai Papua. Waktu itu tidak ada perasaan istimewa apapun.
Kami sekarang sudah beranjak dewasa. Aku sekarang duduk di bangku kuliah dan semester tiga, di Universitas ternama di Papua.
Sedangkan John yang menyebalkan dan menjengkelkan sudah lulus dan akan melanjutkan kuliah. John memang Kami teman, tapi dia mengambil jurusannya 4 tahun di bangku SMA dan lebih fokus ke karirnya sebagai Jurnalistik. Buktinya baru tahun ini ia diterima di salah satu Universitas Negeri di Papua. Bagi Jhon menjadi Jurnalis dan lebih memilih menulis, dan memperlihatkan segala ketidakadilan di tanah Papua adalah hidupnya. Dia menjadi cinta pada dunia tulis menulis.
Sore itu, kota Jayapura ibu kota provinsi Papua, kota studi bagi anak Papua. Kota ini kelihatan sangat sibuk, tua mudah bahkan mama-mama Papua terlihat tenggelam dalam kesibukan, termasuk Aku dan Jhon, sejak kemarin Jhon sudah berjanji akan bertemu aku. Kami akan habiskan sore ini di tepian danau dengan angin indah yang memeluk aku dengan Jhon. Sentani aku dan Jhon dalam bahagia.
“bos besok kita jalan,” chat Jhon padaku.
“ok, kalau sudah tidak ada sibuk,” balasku singkat.
“aman, beressss, besok kita gass,” balas Jhon yakinkan aku untuk besok ketemu.
“Yes, besok aku jalan dengan Jhon, akhirnya setelah sebulan Rinduku yang makin membukit itu aku bisa lepaskan,” pikir Tina Sembari mengigit kalung salib yang Jhon beri satu tahun yang lalu.
Tua, mudah, laki laki, Perempuan bahkan mama-mama di beberapa pasar di Jayapura tidak berhenti dari sibuk. Mahasiswa asal Dogiyai semua melintas di kawasan Expo Waena, mereka mahasiswa pergi ke Asrama Dogiyai Expo, asrama yang lama sudah di bangun oleh pemerintah daerah kabupaten Dogiyai, akan tetapi belum resmikan.
“Ampox, buru buru sekali, mau kemana?” Kata Jhon kepada kakaknya yang sangat terburu-buru.
“ah, Jhon kamu tidak ikut kah? itu katanya Pemerintah daerah kabupaten Dogiyai ada datang itu, katanya mau renovasi asrama Dogiyao di Expo,” balas Ampox, sering di sebut lelaki venus asal piyaiye Mapia itu.
“oh sip sudah, saya dengan Tina jadi kayanya saya tra jadi ke sana,” kata Jhon singkat.
“oke baik sudah, jaga diri, jaga ipar hati-hati, daaa,” ucap lelaki venus.
Di kawasan itu, Expo Waena kota Jayapura depan pengadilan tata usaha Negara, kota Jayapura. Mama Yohana sibuk masak jagung, tangan yang penuh dengan arang, keringat sudah pasti, setiap terikan matahari selalu membakar kulit mama Papua yang satu ini, namun mama tak pernah menyerah. Disini di tempat ini adalah kebun bagi mama Yohana. Tak Hanya Mama Yohana tetapi banyak mama-mama Papua lainnya juga.
Mama Yohana asal Wamena Papua, dia ke Jayapura pada tahun 90-an. Mama ini selalu mencari uang untuk membiayai anak-anaknya, disini dengan menjual jagung bakar dan pinang. Dengan hasil itu, mama Yohana berhasil menyekolahkan anak-anaknya. Sekarang sudah selesai. Mama Yohana mulai jualan mulai tahun 2003.
“Kalau Jhon Punya waktu kosong, kami jalan, saling lepaskan rindu, maka setiap kali kami jalan kami selalu beli jagung bakar dan pinang, milik mama Yohana. Sore ini juga tak lupa kami singgah disini, kami beli dagang mama Yohana, lihat jagung bakarnya itu, aku ingat Mapia, kampung halamanku. Jika malam hari tempat ini Expo Waena juga tempat banyak yang nongkron anak mudah Papua.
“selamat sore mama, mama jual Jagung berapa 1 buah?,”tanya Jhon Kepada mama yang terlihat sibuk ini.
“selamat sore anak berdua, Oh ia, jagung ini mama Jual 1 buah 5 ribuh,” jawab mama Yohana dengan suara lembut.
“oke baik, mama saya mau beli jagung 2, pinang harga sepuluh Ribuh Ya!,” ucap Jhon.
“yuma beu, mau makan jagung?,”tanya Jhon sembari memberikan uang padaku.
“mau to! belikan 2, sekalin,” jawabku singkat karena aku sibuk urus tugas ppt yang akan prestasi besok.
“ada ini anak, terimakasih anak berdua sudah mau beli disini. Tuhan berkati anak berdua selalu,” kata mama Yohana sembari memberikan jagung dan pinang.
“terimakasih mama, sehat sehat ya mah!”Jawabku singkat.
Seusai Itu, Jhon tancap gas, menuju tepian Danau Sentani. Kami duduk di pinggiran danau Sentani, hutan bagi Orang asli Sentani, danau Sentani adalah tempat mereka hidup seperti di kampungku.
Sore itu, senja mulai nampakan dirinya seusai matahari pamit hari siang, menuju perandua. Jhon peluk aku erat-erat. Sore ini, dalam pikiran ku, tidak ada masa lalu dan masa depan, hanya masa kini, aku bahagia dalam pelukan Jhon.
Dalam pelukannya Aku saksikan kedua burung bangau mulai pacaran di atas Danau, beberapa nelayan di danau mulai menarik jaring. Tak hanya itu, aku melihat matahari tenggelan, menuju peranduan.
“Jhon itu lihat dua burung bangau putih sedang pacaran, lucu bukan? itu, lihat juga itu matahari mulai tenggelam,” ucapku
Aku mulai membuka percakapan dengan manusia berhidung mancung ini. Jhon sedang menikmati jagung bakar masakan mama Yohana, jagung aroma angin habema lembah baliem, Wamena Papua. Jhon, tidak merespon, Ia hanya banyak pikir, John masih terdiam, aku dalam pelukannya, mungkin saja dia sedang melamun tengah berada di dalam kondisinya. Dia cerita atau tidak tentang keadaannya.
Aku perhatikan raut wajahnya yang tenang dan terasa tidak asing bagiku, dia manis ya itu menurutku, tapi menurut anak-anak perempuan yang lain John itu pangeran dengan sejuta kelebihan, kulitnya tidak lebih putih dari aku, badannya tinggi agak lingkar tapi pendek dan rapi. Kalau aku perhatikan dia sangat super dan mudah bergaul dengan semua orang. Pantas saja banyak yang suka padanya. Suaranya memecah keheningan yang sejenak hadir diantara kami.
Jhon kelihatannya ada satu hal yang Jhon ingin cerita pada ku, sore ini. Bagaimana cerita sudah, aku tahu jangan terlalu banyak diam, aku mulai pancing Jhon untuk cerita.
“aku masih terdiam dalam pelukannya. Jhon kenapa kamu bawah aku ke sini? Aku mulai bingung dengan Jhon yang tak seperti biasanya, kelihatan dari wajahnya ada sesuatu yang Jho Ingin cerita. ”cerita sudah,” sahutku kepada manusia paling sibuk ini.
Jhon yang sedari tadi banyak pikir itu berkata, yuma beu, artinya “Salah satu kata sayang dalam bahasa mee, “Kamu tau ka tidak, jika kamu pacaran dengan seorang Jurnalis kamu siap-siap mental mu diuji. Buktinya saya tidak selalu ada untuk ko?”cerita Jhon dengan perasaan bersalah padaku.
Aku masih dalam pelukan Nya, ”cuma itu saja kah?” jawabku singkat.
Aku lanjut jawab ”bagi aku itu bukan uji mental. Aku mengerti kamu Jhon, beberapa kali Jhon ajak aku liputan, situasi dan keadaanmu aku sudah tahu sekali, tidak akan aku anggap itu adalah ujian mental. Aku mulai yakinkan cintaku padanya tak akan runtu hanya karena masalah karier.
Wajah Jhon sore ini, makin terang, mulai unik, tidak seperti tadi, aku pikir dalam hati, “yes mungkin saja jawaban aku aku beri adalah harapannya” Jhon terlihat bahagia. Jhon tatap aku dengan perasaan penuh cinta, Yuma beu, (salah satu kata sayang dalam bahasa mee)
“kamu itu aku punya masa lalu, kini, dan nanti,” kata Jhon sambil cubit-cubit pipi kananku. Sa bahagia dalam pelukannya.
“saat kami berdua, Jhon adalah manusia bertipe bicara banyak, mulai dari lelucon, seriusan, hingga tenggelam dalam kata-kata gombalan. Aku sayang dengan tingkahnya.
Raut wajahnya aslinnya sudah mulai nampak, sekarang percaya dirinya kembali pulih Jhon lelaki idaman itu benar benar ada di depanku, kini aku benar benar dalam pelukannya, Jhon lanjut cerita.
“Yuma beu, aku ini paling tidak suka mengakuh aki sebagai mahasiswa, sampai kapan pun aku tak akan mengaku aku ini adalah mahasiswa,” cerita Jhon.
“bee kenapa? aku mulai bertanya tanya,”singkat.
“aku tahu, nama aku dibesarkan oleh Jurnalisme, aku lebih memilih untuk aku mengaku aku sebagai jurnalis, aku tahu masalah Papua bukan main,” sekarang Jhon tenggelam dalam kesedihan.
Jhon Lanjut cerita, aku memilih diam, ”banyak kekerasan yang terjadi di Papua, aki mau tuliskan itu semua biar anak cucu bisa baca termasuk anak-anak kita nanti,” kata Jhon membatin. Aku hanya diam seribu bahasa, aku masih dalam pelukannya.
“o..ia, sangat tidak papa Jhon, aku tetap jadi pelengkapmu Jhon,” jawabku singkat.
Jhon adalah salah satu anak mudah Yang tak mau ketingalan zaman, apa lagi bicara soal media dan digital. Jhon Paling aktif sekali. Walaupun didikan, dedekasih, kaderan dan bakat dari kaka-kakanya, yang makin keras bagi pemula seperti Jhon itu. Akan tetapi, berkat dan dedikasih dari kaka-kakanya, Jhon juga termasuk salah satu Jurnalis mudah. Jhon bekerja di salah satu media yang di asuh oleh anak mudah Papua. Karena pekerjaan itu, Jhon tak selalu ada waktu untuk aku tapi aku tak soalkan itu aku Tina, wanita unik bagi Jhon pacarku, aku tetap jadi pelengkapnya.
Tak terasa, jam tanganku menujuk pukul 06.00 waktu di Papua. Tanpa aku sadar senja sudah berlalu, burung bangau putih yang berpacaran tadi masih di depan kami, seperti kami berdua, matahari sudah pamit, untuk mempersiapkan tenaga demi menerangi bumi untuk besok. Itu Artinya gelap akan tiba.
“John, kita pulang? aku punya tugas di asrama,” Tina minta Jhon pulang usai dengarkan banyak cerita dari Jhon.
“Tunggu ya boss. Tunggu aku makan pinang habis,” kata Jhon sambil pamer gigi merahnya kepadaku.
“jihh.. makan pinang saja, gigi hancur baru,” kata wanita ciptaan anggrek itu mulai ganas.
“epen, kamu lihat, ini gigi,”Jhon mulai memamerkan gigi merahnya lagi.
Kemarahan tina tidak bisa tahan, Tina mulai diam diri dan tidak bisa berkata-kata sambil lihat-lihat jam tangan berkali-kali. Pinang adalah salah satu buah yang rata-rata dimakan oleh orang Papua, untuk jadikan merah, pinang tidak hanya di makan buahnya saja tetapi ada tiga bahan, yaitu pinang, siri dan kapur.
Motor tua milik Jhon sudah berbunyi. Tina wanita unik, muka mulai asam kelihatannya sudah marah betul, Jhon dalam pikiranya berkata.
“Bangsatttt naik sudah kita jalan,” Hehehehe.
Tina naik dan Jhon mulai tancap gas bergegas pulang. Melewati jalan yang terang, pulang jalan telah sore.
Seusai Jhon antar aku pulang. Tugasku sudah selesai, aku kerjakan. Malam itu aku gelisah dan bingung, entah kenapa. Padahal aku baik-baik saja.
Hanya sedikit malasah, semoga John tidak pikir banyak antara aku dan profesinya supaya semua berjalan sesuai harapannya, aku berpikir sejenak bahwa perasaan ini adalah cinta, tapi aku belum mengetahui pasti apakah ini perasaann cinta. Namun aku sadar”Jhon adalah Hujan Untuk Bungaku”
Catatan Tulisan ini Pernah Publikasihkan di MajalahKribo.com dan Cerpenmu.com