23.2 C
Special Region of Papua
Sabtu, Agustus 9, 2025

DPRP Papua Pegunungan dan TNI Bahas Pemulangan Warga Oksop: 9 Bulan di Pengungsian, Solusi Masih Terbatas

BACA JUGA

JAYAPURA, (AnggrekPapua) – Hampir sembilan bulan pasca-kerusuhan berdarah di Distrik Oksop, Kabupaten Pegunungan Bintang, ratusan warga masih bertahan di pengungsian. Mereka terpaksa meninggalkan rumah setelah insiden kekerasan dan pembakaran rumah-rumah pada November 2024. Hingga awal Agustus 2025, sebagian besar belum bisa kembali ke kampung halaman.

Anggota DPRP Papua Pegunungan, Yatina Kogoya, S.Th, memanfaatkan masa reses untuk mendatangi Oksibil, ibu kota Pegunungan Bintang, guna menjembatani komunikasi antara warga pengungsi, TNI, dan pemerintah daerah.

 

Dalam kunjungan itu, ia bersama tokoh masyarakat Distrik Oksop bertemu langsung dengan Komandan Yonif 751/VJS, Letkol Inf Erwan Harliantoro, membicarakan rencana pemulangan pengungsi.

โ€œSelama ini mereka (TNI) menunggu tokoh adat, tokoh agama, atau pemerintah datang berdiskusi. Saya bersyukur akhirnya bisa bertemu langsung untuk membicarakan nasib masyarakat kami,โ€ kata Yatina di Jayapura, Rabu (6/8/2025).

Aspirasi Mendesak Warga

Dalam pertemuan yang juga dihadiri Kepala Distrik Oksop dan para kepala kampung, warga menyampaikan tiga tuntutan utama:

1. Pembangunan rumah layak huni menggantikan rumah mereka yang dibakar.

2. Pemindahan pos sementara TNI dari dekat Gereja GIDI Efesus Safe ke Kantor Distrik Ngangom.

3. Penyediaan tenda darurat sebagai tempat tinggal sementara sebelum rumah dibangun.

Menurut Yatina, TNI langsung merespons positif. Komandan Yonif 751/VJS menyatakan kesediaan memindahkan pos sesuai permintaan warga dan menyiapkan tenda. Namun, untuk pembangunan rumah, TNI menunggu dukungan material dari pemerintah daerah.

โ€œKami siap memfasilitasi kepulangan warga, mendirikan tenda, bahkan membantu membangun rumah jika bahan bangunan disiapkan pemerintah,โ€ ujarnya.

Fakta Lapangan dan Isu Negatif

Pertemuan ini juga membahas rumor yang beredar bahwa TNI menggunakan gereja sebagai pos militer, yang dinilai membuat warga enggan kembali.

Letkol Erwan membantah tegas isu tersebut, menyebutnya sebagai informasi yang tidak benar dan berpotensi memprovokasi.

Ia menegaskan, personel yang kini bertugas di Oksop mayoritas adalah prajurit asli Papua dari berbagai suku seperti Ketengban, Ngalum, Dani, dan Biak.

โ€œKami ingin memastikan hubungan dengan masyarakat tetap baik,โ€ katanya.

Hambatan Fisik dan Keamanan

Salah satu penghalang kepulangan warga adalah kerusakan tiga jembatan utama yang menghubungkan Oksibil-Serambakon-Oksop. Ketiga jembatan ini sebelumnya dirusak oleh kelompok kriminal bersenjata (KKB) sehingga akses logistik dan mobilitas lumpuh.

Satgas Pamtas RI-PNG menyatakan telah memperbaiki seluruh jembatan pada Juli 2025, dan jalur kini kembali bisa dilalui. Namun, rasa aman warga untuk kembali masih perlu dipulihkan.

Dampak Sosial-Ekonomi

Pengungsian berkepanjangan ini mengakibatkan: pemberhentinya layanan publik seperti pendidikan dan kesehatan di Oksop. SD Inpres Mimin dan SD Inpres Bumbakon tidak beroperasi.

Kehilangan sumber penghidupan karena kebun dibiarkan terbengkalai.

Trauma psikologis terutama pada anak-anak dan perempuan yang mengalami situasi darurat berlarut-larut.

Yatina menilai lambatnya koordinasi antar pemerintah daerah, provinsi, dan pusat menjadi penyebab utama minimnya solusi konkret.

โ€œMasyarakat tidak bisa menunggu sampai rumah dibangun. Jika pemerintah belum siap, setidaknya sediakan tenda, aktifkan puskesmas, dan buka kembali sekolah,โ€ tegasnya.

Kurangnya Koordinasi Lintas Sektor

Hingga saat ini, belum terlihat koordinasi terpadu antara Pemerintah Kabupaten Pegunungan Bintang, Pemerintah Provinsi Papua Pegunungan, dan instansi pusat terkait penanganan pengungsi.

TNI telah menyatakan kesiapan mendukung, tetapi inisiatif dari pihak sipil masih minim.

Kepala Distrik Oksop, Alfred Tapyor, menilai pertemuan ini sebagai momentum awal pemulihan, namun mengingatkan bahwa pemulihan fisik dan sosial memerlukan komitmen jangka panjang.

โ€œPerbaikan jembatan dan rencana pemulangan warga adalah awal. Tapi pemerintah harus hadir lebih serius, bukan hanya mengandalkan TNI,โ€ ujar Alfred.

Tantangan ke Depan

Pengembalian warga Oksop ke kampung halaman bukan hanya persoalan logistik, tetapi juga rekonsiliasi sosial dan pemulihan rasa aman. Tanpa jaminan keamanan, perumahan, dan layanan dasar, ada risiko warga kembali mengungsi.

Selain itu, tudingan pelanggaran HAM dan sentimen anti-aparat yang beredar di media sosial berpotensi memperlambat proses reintegrasi. Perlu upaya membangun komunikasi terbuka antara warga, aparat, dan pemerintah, serta melibatkan tokoh adat dan gereja.

Untuk itu, Yatina mengajak semua pihak bersinergi.

โ€œIni masalah kemanusiaan. Pemerintah daerah, provinsi, TNI-Polri, dan tokoh masyarakat harus duduk bersama. Jangan saling menunggu,โ€ pungkasnya.

 

- Advertisement -spot_img

BERITA LAINNYA

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

BERITA TERKINI

- Advertisement -spot_img
TRANSLATE ยป