Puisi—Tanah leluhur, Warisan abadi, Harta tak ternilai, Milik bersama.
Alam terluka, Jeritan terngiang, Keadilan terusik, Hati terluka.
Di bumi pertiwi, Gunung menjulang tinggi, Sungai berkelok-kelok, Tanah terhampar luas.
Warisan abadi, Turun-temurun diwariskan, Cerita tersimpan, Kehidupan tertopang.
Sumber kehidupan, Alam indah terhampar, Ancaman terbersit, Tangan serakah datang.
Kampung Wakiya, Hutan riuh gemerlap, Air sungai gemercik, Perusahaan berdiri tegak.
PT Zommalion Heavin, Janji kemajuan datang, Derita terbawa, Tanah dan manusia.
Tanpa izin resmi, Kuku tertancap kuat, Alam terusik, Hidup terancam.
Lahan terkuasai, Keruk harta terpendam, Milik orang Mapia, Nenek moyang mendiami.
Musa Boma Mapiha, Pejuang tanah manusia, Berdiri tegak lantang, Suara hati rakyat.
Tanah leluhur rusak, Sungai tercemar parah, Kehidupan terancam, Mata kepala melihat.
“Perusahaan ilegal,” Tegas suara lantang,Tangan kotor merampas, Hak terenggut paksa.
Suara hati rakyat, Menggema di hutan, Jiwa tergetar, Keadilan disuarakan.
Hukum ditegakkan, Perusak diadili, Tanah dan alam, Terlindungi kembali.
“Bukan hanya Musa,” Seruan menggema lantang, Milik kita bersama, Tanggung jawab bersama.
Jeritan hati Musa, Menggema di hutan, Cinta tanah air, Menyentuh setiap jiwa.
Alam dan manusia, Terikat erat, Keadilan diperjuangkan, Pelestarian diwujudkan.
Seruan Musa didengar, Keadilan ditegakkan, Tanah leluhur terjaga, Kehidupan kembali damai.
Karya Ernest Pugiye Pondok Sagu, Nabire Senin 7 Oktober 2024