Jayapura, (Anggrekpapua)- Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Cendrawasih (Uncen) Jayapura yang terdiri dari 9 fakultas melakukan aksi demonstrasi di Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP) pada rabu (25/3/2025), menuntut pencabutan Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI). Aksi ini dilaksanakan karena UU TNI dinilai bertentangan dengan prinsip-prinsip demokrasi.
“Kami menuntut agar UU TNI yang baru disahkan pada 5 Maret lalu segera dicabut, karena sangat mengancam demokrasi dan berpotensi mengarah pada militerisasi di berbagai sektor,” ujar perwakilan BEM Uncen dalam aksi tersebut.
Dalam aksi tersebut, BEM Uncen dan BEM 9 fakultas lainnya menyatakan bahwa pengesahan UU TNI berpotensi mengancam kebebasan dan hak-hak rakyat, terutama terkait dengan program-program negara yang dapat memengaruhi kehidupan masyarakat.
“Pengesahan UU TNI yang akan mengatur berbagai hal, termasuk pengambilalihan kementerian oleh TNI, sangat berisiko bagi masyarakat. Beberapa kementerian kini telah dikuasai oleh TNI, seperti Kementerian Politik, Kementerian Pertahanan, dan Kementerian Pangan. Hal ini sangat membahayakan demokrasi,” ujar seorang mahasiswa dalam orasinya.
Ratusan mahasiswa turun ke jalan dan menggelar demonstrasi di depan kantor DPRP untuk menyuarakan tuntutan mereka terhadap kebijakan pemerintah yang dianggap tidak berpihak kepada rakyat. Demonstrasi ini merupakan bentuk protes terhadap kebijakan pemerintah terkait TNI, demokrasi, dan transparansi pemerintahan.
“Kami menolak keras militerisasi jabatan sipil karena ini bertentangan dengan semangat reformasi TNI dan supremasi sipil yang sudah diperjuangkan selama ini,” tegas salah satu orator.
Mahasiswa juga menyoroti beberapa isu yang dianggap sangat merugikan masyarakat jika UU TNI terus diberlakukan, termasuk pengambilalihan beberapa lembaga negara oleh TNI yang seharusnya menjadi ranah sipil.
“Dengan disahkannya UU TNI, kami melihat bahwa kementerian-kementerian seperti Kementerian Politik, Kementerian Pertahanan, dan Kementerian Pangan kini dikuasai oleh TNI. Bahkan operasi militer dilakukan tanpa izin DPR, yang jelas-jelas merendahkan martabat DPR sebagai perwakilan rakyat,” ujar mahasiswa lainnya.
Selain itu, mahasiswa juga menyoroti dampak negatif bagi masyarakat, di mana beberapa pekerjaan sipil dapat hilang dan keamanan publik terancam.
“Masyarakat kehilangan tempat kerja karena PNS yang masuk TNI akan kehilangan pekerjaan mereka. Polisi pun tidak akan menangani masalah keamanan di kota karena tugas tersebut kini diambil alih oleh TNI,” lanjut salah seorang orator.
Sebagai catatan sejarah, mahasiswa pada tahun 1998 turun ke jalan untuk memperjuangkan keadilan demokrasi dengan harga nyawa. Namun, mereka merasa kini kembali kepada masa-masa yang dianggap mundur dalam hal demokrasi.
“Pada tahun 1998, mahasiswa turun ke jalan untuk memperjuangkan demokrasi dan keadilan dengan darah dan nyawa. Tapi kini, di bawah Presiden Prabowo Subianto, kami merasa reformasi yang telah diperjuangkan dengan susah payah telah dikhianati,” tambahnya.
Mahasiswa Uncen dengan tegas mengungkapkan sikap mereka terkait UU TNI, yang dituangkan dalam beberapa poin tuntutan.
“Kami menyatakan dengan tegas untuk menolak revisi UU TNI, menolak fungsi TNI dalam ranah sipil, menolak fungsi TNI dalam operasi militer selain perang, dan kami juga menuntut pembubaran komando teritorial,” ujar perwakilan mahasiswa Uncen. Mereka juga meminta agar militer ditarik dari seluruh Papua dan untuk merevisi UU Peradilan Militer.”
Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP) melalui Komisi A menugaskan Sekretaris 1 Komisi A, Hein Ohe, beserta anggota DPR lainnya untuk menerima aspirasi dan tuntutan penolakan terhadap UU TNI dari mahasiswa Uncen Jayapura.
“Kami sangat bangga kepada seluruh mahasiswa yang telah menyuarakan aspirasi mereka dengan datang langsung ke kantor DPR. Kami siap untuk menindaklanjuti aspirasi ini ke pusat, dan akan terus berkoordinasi dengan pihak terkait,” ujar Hein Ohe, anggota DPRP.
Penulis: Hubertus Gobai