JAYAPURA- ANGGREKPAPUA– Ika menarik napas panjang, matanya melirik ke arah lautan yang luas, seakan menantang kenangan-kenangan yang datang kembali begitu jelas di benaknya. Di atas pasir putih Pante Naikere, Nabire Papua Tengah, “Bagi kebanyakan anak Nabire, ini adalah kota seribu kenangan.” Angin laut mengusik rambutnya, membawa serta aroma khas yang hanya bisa ditemui di sini. Laut ini, pasir ini, semuanya terlalu familiar.
Setiap butir pasir, setiap deburan ombak, seolah menghidupkan kembali kisah yang pernah Ika dan Luki jalani. Di tempat inilah, semua cerita mereka bermula, dan di sini pula semuanya kembali, membanjiri hatinya dengan kerinduan. Namun kali ini, Ika datang bukan untuk bertemu Luki, melainkan hanya untuk menghidupkan kenangan yang terpendam dalam pikirannya.
Ika duduk di atas pasir, memeluk lututnya dengan kedua tangan, menatap matahari yang perlahan tenggelam di ufuk barat. Suasana senja membawa kedamaian, namun hatinya terasa bergolak. Ia tak bisa mengelak dari perasaan yang terpendam begitu lama. Ada kenangan, ada rasa yang tak pernah benar-benar hilang. Bukan hanya sekadar kenangan akan kebersamaan mereka, tapi juga rasa yang begitu mendalam untuk Luki laki-laki yang kini hanya tinggal sebagai bayangan di hidupnya.
“Kenapa sa selalu kembali ke tempat ini? Ke pantai ini yang seharusnya sudah menjadi kenangan lama?” pikirnya. Ia mencoba mengusir bayangannya, menghapus memori-memori indah yang pernah mereka ukir bersama. Namun, semakin ia berusaha melupakan, semakin ia sadar bahwa kenangan itu terlalu indah untuk dilupakan. Setiap langkah mereka di pasir ini, setiap tawa yang terukir bersama, itu adalah bagian dari hidupnya yang tak bisa terhapuskan.
Di jauh sana, di atas pasir yang sama, seorang lelaki bernama Luki duduk sendirian. Angin laut meniup wajahnya, namun ia tidak terganggu. Matanya menghadap horizon, seperti menunggu sesuatu yang tak bisa ia sebutkan dengan kata-kata. Ia merasa, di tempat ini, ada sesuatu yang penting yang belum selesai.
Lima tahun yang lalu, di sini pula, ia dan Ika bertemu kembali setelah waktu yang lama membawa mereka ke jalur yang berbeda. Ika yang dulu hanya gadis sederhana dari kampung ini, kini telah berubah menjadi wanita yang dikenal dan dihormati di lingkungannya. Luki, pemuda yang bermimpi menjadi guru olahraga, kini berjarak jauh dari rumah, menuntut ilmu di tempat yang jauh. Namun, meski jauh dan waktu yang terus berlalu, kenangan itu tetap menghantui dirinya.
Setiap ombak yang datang seakan mengingatkan pada senyuman Ika, pada kebersamaan mereka yang dulu terasa begitu nyata. Luki tersenyum getir, meski dalam hatinya masih ada seberkas harapan yang belum pernah padam.
“Apakah dia masih ingat?” pikirnya. “Apakah dia masih ingat saat-saat yang kita habiskan di sini? Masihkah dia mengenaliku?”
Luki menatap laut, berusaha menenangkan pikirannya. Namun, ada sesuatu yang mengusik dalam dadanya, sesuatu yang ia tak bisa jelaskan. Kenangan tentang Ika seringkali muncul dalam pikirannya, meskipun ia tahu dengan pasti bahwa Ika tidak akan pernah kembali lagi ke tempat ini. Ika hanya ada dalam ingatannya, sebagai bagian dari masa lalu yang tak akan pernah terulang.
Ika menatap matahari yang semakin tenggelam, senja yang merayap perlahan membawa kedamaian, namun hatinya masih dipenuhi keraguan. Ia ingin melangkah pergi, meninggalkan pantai ini, dan melanjutkan hidupnya tanpa mengingat masa lalu yang begitu mengikat. Tapi, langkah itu terhenti ketika suara yang begitu familiar terdengar di belakangnya. โIkaโฆโ
Hatinya berdegup kencang. Suara ituโฆ Suara yang selama ini hanya ada dalam ingatannya. Ia berbalik perlahan, dan di sana, bayangan Luki berdiri. Sosok yang pernah ia cintai, dengan senyum hangat yang tak berubah, meski waktu telah memisahkan mereka. Namun, Ika tahu, Luki hanya ada dalam ingatannya. Sosok itu hanyalah bayangan yang terbentuk oleh kenangan yang terus hidup dalam dirinya.
โIkaโฆโ Luki menyebut namanya dengan lembut, dan dalam suaranya terdengar sedikit gemetar. “Bagaimana mungkin aku lupa?” Senyum itu muncul lagi, namun kali ini ada air mata yang mulai jatuh, bukan karena kesedihan, melainkan karena kebahagiaan yang tak bisa ia bendung. “Aku menepati janjiku. Aku kembali, dan aku ingin tahuโฆ apakah kau masih bersedia berjalan bersamaku?”
Ika terdiam, matanya berkaca-kaca. Semua kenangan, semua rasa yang sempat terkubur, kini kembali hadir. Ia memandang bayangan Luki, sosok yang dulu selalu ada di sampingnya, yang selalu membuatnya merasa dicintai. Rasa itu kembali membuncah, begitu kuat. “Bagaimana bisa aku melupakanmu, Luki?” bisiknya pelan, seolah berbicara pada dirinya sendiri.
Senja semakin dalam, langit mulai merona merah, dan di bawah langit yang sama, di atas pasir Pante Naikere, mereka berdiri bersama, meski hanya dalam ingatan. Tak ada kata yang lebih tepat selain kebahagiaan yang terukir di wajah mereka. Dengan tangan yang saling meraih, mereka mulai berjalan bersama, menghadap masa depan yang kini terasa lebih jelas. Tak ada lagi keraguan, tak ada lagi perasaan yang terlupakan. Cinta yang dulu terputus kini kembali utuh, seperti ombak yang datang dan pergi, namun selalu kembali.
Luki memegang tangan bayangan Ika erat, merasakan kehangatan yang dulu hilang, namun kini hadir kembali dalam ingatannya. โKita mungkin telah lama terpisah oleh waktu,โ kata Luki, โtapi ingatlah, Ika, bahwa cinta kita tak pernah benar-benar hilang. Seperti pantai ini, kita selalu kembali ke tempat yang sama. Menghidupkan kenangan lama, dan membangun masa depan baru.โ
“Bagaimana mungkin aku lupa?” Luki tersenyum. “Aku telah menepati janjiku. Kini aku di sini dan aku ingin tahuโฆ apakah kau masih bersedia berjalan bersama?”
Luki tersenyum, air matanya jatuh, bukan karena sedih, tapi bahagia. Senja menjadi saksi, bahwa cerita yang pernah terucap, kini telah kembali menyatukan dua hati yang lama terpisah.
Dan di bawah langit senja yang memerah, di atas pasir Pante Naikere, dua hati yang pernah terpisah kini kembali menyatu meskipun hanya dalam ingatan. Tak ada lagi yang harus ditakutkan. Cinta mereka, seperti pantai ini, tak akan pernah berubah tetap ada, tetap kuat, dan selalu kembali. (*)