Jayapura, AnggrekPapua.com –Aksi demonstrasi yang digelar oleh mahasiswa Universitas Cenderawasih (Uncen) di Jayapura, Papua, pada Kamis (22/5/2025), menolak kenaikan uang kuliah tunggal (UKT), berakhir ricuh.
Kericuhan terjadi antara ratusan mahasiswa dengan aparat kepolisian yang mengamankan jalannya aksi. Mahasiswa menggelar unjuk rasa di dua titik, yakni di depan gapura Kampus Uncen Perumnas III Waena, Distrik Heram, serta di Kampus Uncen Abepura, Distrik Abepura, Kota Jayapura.
Aksi yang awalnya berlangsung tertib dan damai berubah menjadi tegang saat terjadi dorong-mendorong antara mahasiswa dan aparat. Ketegangan memuncak hingga terjadi pemukulan terhadap aparat oleh sebagian massa aksi.
Mahasiswa menyuarakan penolakan terhadap kebijakan kenaikan UKT yang dinilai memberatkan. Mereka membawa spanduk dan menyerukan berbagai tuntutan yang ditujukan kepada pimpinan universitas.
Salah satu pernyataan sikap mahasiswa berbunyi:
“UNCEN BUKAN LAGI KAMPUS NEGERI, MELAINKAN KAMPUS KEPENTINGAN.”
Mahasiswa menilai bahwa kenaikan SPP secara mendadak sangat membebani, terlebih bagi mereka yang tidak menerima beasiswa. Mereka menegaskan bahwa mayoritas orang tua mahasiswa bukanlah pegawai negeri, dan bahkan yang berstatus PNS pun mengalami kesulitan dalam membiayai pendidikan anak-anak mereka.
Uncen, lanjut mereka, seharusnya menjadi kampus rakyat—bukan menjadi alat kepentingan kelompok elit.
Dalam aksi tersebut, mahasiswa menyampaikan tiga tuntutan utama:
1. Transparansi dari pihak rektorat terkait kebijakan kenaikan SPP.
2. Penghapusan atau penyesuaian kembali kebijakan kenaikan SPP yang membebani mahasiswa.
3.Tanggung jawab penuh dari pimpinan universitas atas keputusan yang diambil.
Mereka juga mengingatkan bahwa Papua adalah daerah dengan status Otonomi Khusus, yang seharusnya memberikan jaminan pendidikan tinggi secara gratis atau dengan keringanan biaya signifikan bagi mahasiswa asli Papua.
“Jangan padamkan mimpi anak-anak Papua hanya karena biaya kuliah yang mencekik tegas koordinator lapangan umum, Milinut Gwijangge dan Yusak Gobai.
Penulis Hubertus Gobai