JAYAPURA – ANGGREKPAPUA.COM – Mahasiswa dan pemuda Agimuga di Kota Surabaya menggelar diskusi perdana pada 23 Februari 2025 untuk menolak keberadaan migas di Distrik Agimuga, Kabupaten Mimika, Papua Tengah.
Diskusi ini diinisiasi karena kekhawatiran terhadap dampak negatif eksploitasi sumber daya alam, khususnya setelah melihat peristiwa tahun 1977 ketika militer RI melakukan pengeboman besar-besaran di Agimuga.
Peristiwa tersebut menyebabkan banyak korban jiwa dan memaksa warga mengungsi ke berbagai tempat seperti Distrik Jita, Distrik Kokonao, dan Kota Timika.
Mahasiswa dan pemuda Agimuga juga mencermati dampak dari keberadaan PT Freeport yang dinilai merusak lingkungan dan kehidupan masyarakat sekitar. Mereka menyoroti permasalahan limbah tailing yang hingga kini belum diselesaikan oleh PT Freeport dan pemerintah pusat.
Ketika rencana eksploitasi migas Blok Warim di Agimuga mencuat, mereka mengingat dampak buruk yang ditimbulkan oleh Freeport, sehingga menyimpulkan bahwa solusi terbaik adalah menolak kehadiran Blok Warim.
Menurut mereka, perjanjian awal antara PT Freeport dan masyarakat setempat tidak berjalan dengan baik, termasuk dalam hal kesehatan, pendidikan, serta pemutusan hubungan kerja (PHK) massal terhadap pekerja asli Papua.
Salah satu pemuda Agimuga, Petrus Aim, menyatakan, Pihaknya terus akan menyuarakan tiap masalah yang terjadi di Mimika papua tengah.
“Kami, mahasiswa dan pemuda Agimuga, akan terus menyuarakan agar Blok Warim tidak beroperasi di Agimuga, Kabupaten Mimika, Papua Tengah, karena tidak ada yang bisa menjamin keselamatan masyarakat dan lingkungan sekitar.”katanya.
Sementara itu, Stefanus Ukagomenambahkan, pihaknya melihat banyak persoalan setelah papua tengah dimekarkan.
“Setelah pemekaran, kami melihat banyak perusahaan yang masuk ke Papua tanpa memperhatikan kepentingan masyarakat setempat. Contohnya, proyek food estate di Merauke, di mana masyarakat menolak tetapi tetap dipaksakan dengan dukungan militer RI.”
Tuntutan Mahasiswa dan Pemuda Agimuga:
1. Gubernur Papua Tengah, Mecki Nawipa, tidak boleh mengizinkan Blok Warim beroperasi.
2. Majelis Permusyawaratan Rakyat Papua (Agus Anggaibak) tidak boleh mengizinkan Blok Warim beroperasi.
3. Bupati Mimika, Johannes Rettob dan Emanuel Kemong, tidak boleh mengizinkan Blok Warim beroperasi.
4. Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten Mimikatidak boleh mengizinkan Blok Warim beroperasi.
5. Tidak ada pihak yang boleh mengatasnamakan masyarakat Agimuga untuk mengizinkan Blok Warim beroperasi.
Mahasiswa dan pemuda Agimuga menegaskan bahwa jika tuntutan ini tidak didengar, mereka akan menempuh jalur hukum. Jika tetap diabaikan, mereka siap melawan dengan cara mereka sendiri. (*)