Oleh: Hengky D. Mote Tokoh Pemuda Papua Tengah
Situasi masyarakat Papua hingga saat ini masih dibayangi trauma akibat rasisme dan konflik berkepanjangan yang mencuat sejak 2019. Di tengah krisis ini, justru muncul isu pemekaran wilayah, termasuk rencana pembentukan Kabupaten Mapia Raya sebagai pemekaran dari Kabupaten Dogiyai. Rencana ini terlihat telah disusun secara sistematis oleh sejumlah oknum yang memiliki kepentingan tertentu.
Bahkan, pada Sabtu, 20 Juni 2020, direncanakan sebuah acara bakar batu dengan 20 ekor babi sebagai bentuk dukungan terhadap pemekaran tersebut. Kami mempertanyakan dana sebesar Rp2 miliar yang konon diberikan saat Yakobus Dumupa menjabat Bupati Dogiyai kami menduga dana tersebut dialihkan untuk mendukung agenda pemekaran ini. Padahal, pembiayaan semacam ini seharusnya berasal dari Kabupaten Dogiyai yang masih tergolong muda dan belum stabil dari segi pembangunan. Kami juga mempertanyakan Pengunaan dana tersebut karena dana tersebut tidak jelas dalam pengunaan oleh Pro Pemekaran.
Melihat berbagai ancaman yang akan muncul, kami sebagai pemuda Mapia menyatakan penolakan tegas terhadap rencana pemekaran ini. Berikut adalah alasan-alasan utama yang menjadi dasar penolakan kami:
Masalah-Masalah yang Dihadapi
1. Transmigrasi
Pemekaran wilayah berpotensi besar membuka pintu bagi masuknya pendatang dari luar Papua. Ini bisa menjadikan masyarakat asli Tota Mapiha menjadi minoritas di tanah leluhur mereka sendiri. Pengalaman di Agimuga, yang bahkan hanya berstatus kecamatan, menunjukkan bagaimana perencanaan pemekaran dapat mendorong arus transmigrasi yang mengancam kelangsungan hidup masyarakat asli.
Transmigrasi juga bisa menimbulkan konflik sosial dan memperkuat sekat antar kelompok, serta memperburuk diskriminasi rasial.
2. Militerisme
Pemekaran seringkali dibarengi dengan pembangunan struktur militer seperti Kodim, Polres, dan pos-pos militer lainnya. Berdasarkan pengalaman di Intan Jaya, Paniai, Deiyai, dan Dogiyai, kehadiran aparat bersenjata justru sering menimbulkan ketegangan, penembakan, penangkapan sewenang-wenang, hingga trauma psikologis bagi masyarakat sipil.
3. Agenda Pemekaran Provinsi Papua Tengah
Rencana pemekaran Kabupaten Mapia Raya diduga kuat terkait dengan agenda tersembunyi sejumlah elit untuk mempercepat pembentukan Provinsi Papua Tengah. Namun, agenda ini justru lebih menguntungkan kelompok elit, bukan masyarakat luas.
4. Kapitalisme dan Imperialisme
Pemekaran membuka celah bagi perusahaan-perusahaan besar untuk mengeksploitasi sumber daya alam melalui penebangan liar maupun tambang emas. Dampaknya, masyarakat lokal yang menggantungkan hidup pada alam secara tradisional bisa tersingkir dari tanah mereka sendiri.
5. Islamisasi
Sejak tahun 1935, Mapia dikenal sebagai salah satu basis kekristenan di Papua. Mayoritas masyarakat suku Mee di wilayah ini adalah umat Kristen. Namun, pemekaran membuka kemungkinan masuknya kekuatan sosial keagamaan lain secara besar-besaran, yang dikhawatirkan dapat menggerus nilai-nilai budaya dan keyakinan asli secara perlahan.
Dasar-Dasar Penolakan
1. Segi Ekologis
Pemekaran wilayah akan menambah tekanan terhadap ekosistem yang sudah rentan. Kearifan lokal dalam menjaga alam akan terpinggirkan jika pembangunan dilakukan secara sembarangan.
2. Segi Pastoral-Spiritual
Manusia diciptakan Tuhan untuk menjaga dan merawat bumi. Maka, pembangunan harus mempertimbangkan keutuhan ciptaan, bukan sekadar mengejar keuntungan politik dan ekonomi.
3. Segi Hukum
Berdasarkan UU No. 32 Tahun 2004 dan UU Otonomi Khusus Papua, pemekaran harus melalui usulan dari pemerintah provinsi dan mempertimbangkan pendapat masyarakat adat serta struktur hukum dan tata wilayah yang sah. Proses yang tidak melibatkan masyarakat adat adalah pelanggaran hukum.
4. Segi Sosial
Masyarakat adat telah memiliki sistem sosial dan budaya yang berjalan secara turun-temurun. Pemekaran yang tidak memperhatikan tatanan ini dapat mengganggu kohesi sosial dan merusak struktur adat yang sudah ada.
5. Segi Ekonomi
Pemekaran membuka peluang eksploitasi sumber daya alam oleh investor luar, yang dapat menyebabkan masyarakat adat kehilangan tanah dan sumber penghidupan.
6. Segi Budaya
Pembangunan yang mengabaikan nilai-nilai budaya lokal akan mengikis identitas masyarakat Papua, termasuk kearifan tradisional yang menjadi bagian penting dari warisan leluhur.
Berdasarkan seluruh pertimbangan di atas, kami menegaskan penolakan terhadap rencana pemekaran Kabupaten Mapia Raya. Kami mendesak pemerintah agar lebih mendengar suara rakyat kecil, bukan hanya aspirasi segelintir elit yang haus kekuasaan.
Akhirnya, saya sampaikan kepada Pemerintah Kabupaten maupun Pemerintah Provinsi Papua: jangan sibuk mengurus pemekaran, tetapi fokuslah mengurus daerah-daerah yang saat ini sedang mengalami konflik dan krisis kemanusiaan. Kehidupan dan martabat manusia Papua jauh lebih penting daripada perluasan wilayah administratif yang sarat kepentingan politik dan ekonomi.
Penulis: Hengky D. Mote
Tokoh Pemuda Papua Tengah